Always run back to the future …..

Teruntuk Para Pencari Cahaya (Baca: Penuntut Ilmu)


image

Diantara sekian banyak ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, kadang tak mudah begitu saja mendapatkannya. Ada saja rintangan yang menghalangi untuk menggapainya. Tempat belajar disebrang samudra,  biaya yang tak sedikit jumlahnya,  jauh dari sanak saudara,  ujian masuk yang susah dan halangan lainnya yang mencoba memukul mundur semangat untuk belajar.

Tapi pernahkah mencoba merenung, seberapa besar ilmu itu akan menyelamatkan hidup kita? Kadang kita lupa prioritas utama ilmu yang kita cari adalah ilmu yang mengajarkan cara hidup sebagaimana sejatinya manusia hidup di dunia. Dan terkadang ilmu itu dekat, dan kita hanya butuh sekedar niat dan usaha serta harta yang tak seberapa untuk mempelajarinya. Hanya saja kita terlanjur memandang sebelah mata, meremehkannya dan menganggapnya tak penting karena kurang populer dan kurang keren. Padahal ilmu itu justru yang akan menyelamatkanmu selama di dunia.

Selama belum sampai liang lahat, bukankah belajar adalah kewajiban? Tak peduli seberapa keren dan populer ia, bukankah semua ilmu itu adalah cahaya? Bukankah roda terus berputar dan siang selalu berganti malam?  Maka kelak bila kita terjatuh dalam kegelapan, cahaya yang manakah yang bisa menyelamatkan dari kegelapan?

Tulisan di atas hanya sekedar sebuah renungan diri yang belakangan ini sering hinggap di pikiran. Saya sejak kecil suka belajar. Haus akan ilmu. Dan saya amat menggilai bidang sains dan teknik. Suatu saat ingin sekali mengukir prestasi di bidang tersebut. Namun semakin kesini saya semakin merasa hampa. Tidak bermaksud mengesampingkan ilmu yang telah saya miliki sejak bangku SD sampai
Sarjana. Hanya saja ilmu itu belum bisa berkontribusi banyak dalam kehidupan. Ah apalagi dalam penyelesaian konflik-konflik dalam hidup. Mungkin terbilang hanya seujung jari. Ya,  hingga suatu titik dalam rentang waktu hidup saya,  dimana saya menyadari betapa fakirnya saya akan ilmu tentang hidup. Fakir akan ilmu yang mengajarkan cara hidup sebagai manusia yang merupakan ciptaan Allah SWT dan memiliki kewajiban mengabdi dan menyembah hanya kepadaNya. Betul katanya, bahwa kejarlah duniamu seakan-akan kau hidup selamanya,  dan kejarlah akhiratmu seakan-akan kau mati besok. Hidup untuk dunia dan akhirat harus seimbang. Saya sadar,  ternyata untuk menjalani hidup dengan baik, saya perlu menyeimbangkan ilmu dunia saya dengan ilmu-ilmu akhirat.

Setelah menyadari hal ini,  saya mulai berguru kesana kemari mencari ilmu-ilmu yang dulu hanya sempat mampir di otak hanya untuk sekedar tahu bukan memahami. Maka mulailah saya intens menghadiri majelis ta’lim di masjid sampai dengan majelis virtual. Saya merasakan manfaatnya dalam hidup saya. Saya merasa kehidupan saya jauh lebih baik dari sebelumnya.

Tapi makin kesini ada hal yang membuat saya tergelitik. Ada suatu fenomena yang tertangkap mata. Ini jadi tanda tanya besar di kepala. Yaitu mengenai fenomema majelis ilmu-ilmu islam yang sepi peminat. Tak sedikit pula majelis itu terbuka umum dan gratis tanpa dipungut biaya. Namun mengapa justru sepi peminat? Padahal informasi juga kini amat sangat mudah didapatkan. Lalu mengapa bisa terjadi? Entahlah….

Sebenarnya kalau kita mau berpikir simpel, selama ada kesempatan dan kemudahan untuk belajar kenapa tidak digunakan? apalagi justru ilmu itulah yang bermanfaat kelak untuk menjalani kehidupan kita di dunia. Belum lagi bonus-bonus yang diberikan Allah kepada orang yang berkumpul dalam majelis ilmu untuk mentadabburi Alqur’an. Nama kita akan disebut-sebut oleh Allah SWT di depan para penghuni langit. Bagi seorang penuntut ilmu,  tidakkah itu menjadi prestasi yang tertinggi lagi paling membanggakan?

“Tiada suatu kaum duduk dalam majelis dzikir kepada Allah (Majlis Ilmu), pasti dikelilingi malaikat, diliputi rahmat Allah, diturunkan pada mereka ketenangan dan nama mereka disebut Allah di depan para Malaikat-Nya.” (HR.Muslim)

Leave a comment